BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin besar suatu organisasi, maka
semakin besar pula tuntutan masyarakat terhadap organisasi tersebut. Banyak
lembaga bisnis yang menggunakan segala cara untuk memenangkan persaingan. Oleh
karena itu, diharapkan pelaku bisnis dapat menjalankan bisnis yang memenuhi
syarat dalam etika bisnis, baik secara moral maupun norma masyarakat.
Organisasi sebagai suatu system juga diharapkan dapat memiliki tanggunjawab
sosial terhadap masyarakat.
Stakeholder menghendaki agar pelaku bisnis atau perusahaan dengan segala
bentuk bisnisnya berperilaku etis dan memiliki tanggung jawab terhadap
komunitas, sosial, etika dan hukum. Sistem bisnis beropersi dalam suatu
lingkungan dimana perilaku etis, tanggungjawab sosial, peraturan pemerintah dan
pihak Stakeholder ini menentukan tingkat keberhasilan yang dapat diraih
perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Etika Manajemen dan Kriteria
Untuk Pembuatan Keputusan Yang baik
Etika Manajemen
Ø Apa itu Etika Manejemen ?
Dalam pemikiran
umum, etika merupakan kode yang berisi prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral
yang mengatur perilaku orang atau kelompok terkait dengan hal yang benar atau
salah. Etika (ethics) menentukan standar sejauh mana sesuatu dalam tingkah laku
dan pengambilan keputusan dianggap baik atau buruk. Isu etika hadir dalam
sebuah situasi ketika tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sebuah
oganisasi dapat menimbulkan manfaat atau kerugian bagi yang lain.[1]
Etika manajemen
lebih jauh lagi berbicara mengenai nilai-nilai yang dianut oleh organisasi
sehubungan dengan kegiatan bisnis yang dijalankannya. Nilai-nilai ini perlu
diperjelas lagi ketika, misalnya, perusahaan dihadapkan kepada berbagai
kegiatan bisnis yang sering dijalankan, akan tetapi masih perlu dipertanyakan
apakah termasuk etis atau tidak. Di satu sisi perusahaan berupaya untuk
mempertahankan loyalitas konsumen dengan memberikan pelayanan tambahan berupa
pemberian hadiah, akan tetapi produknya beserta segala jenis kegiatan yang
dilakukan di masyarakat. Berdasarkan hal ini, maka manajemen sebuah perusahaan
perlu memahami benar konsep etika dalam manajemen ini. Terlebih jika dikaitkan
dengan tanggung jawab social yang akan semakin dituntut masyarakat dalam
kegiatan bisnis di masa yang akan datang.[2]
Ø Kriteria pengambilan keputusan
Para manajer
yang menghadapi pilihan etika yang sulit ini sering kali mengambil manfaat dari
pendekatan normatif yang didasarkan pada norma dan nilai untuk menuntun
pengambilan keputusan yang mereka lakukan. Etika normative menggunakan beberapa
pendekatan untuk menjelaskan nilai-nilai untuk memandu pengambilan keputusan
yang beretika. Keempat pendekatan yang relevan bagi manajer adalah utilitarian,
pendekatan individualism, pendekatan hak moral dan pendekatan keadilan.
1.
Pendekatan
Utilitarian
Pendekatan
utilitarian (utilitarian approach), yang
dikemukakan oleh filisuf abad kesembilan belas yaitu Jeremy Bentham dan Jhon
Stuart Mill, menyatakan bahwa perilaku moral menghasilkan kebaikan paling utama
dengan jumlah sebesar mungkin. Berdesarkan pendekatan ini, seseorang pengambil
keputusan diharapkan untuk mempertimbangkan pengaruh masing-masing alternatif
keputusan terhadap seluruh pihak dan memilih satu yang mengoptimalkan kepuasan
sebagian besar orang.[3] tindakan
dan perencanaan harus dinilai berdasarkan akibat dari tindakan tersebut. Keputusan
itu diambil berdasarkan kepuasan terbesar bagi pihak lain atau yang terlibat
dalam suatu perusahaan.
2.
Pendekatan
Individualisme
Pendekatan
individualisme (individualism approach) menyatakan bahwa tindakan dianggap
bermoral bila mempromosikan kepentingan jangka panjang terbaik seseorang. Tindakan
yang dimaksudkan untuk menghasilkan rasio kebaikan terhadap keburukan yang
lebih besar bagi seseorang dibandingkan dengan alternative lain adalah hal yang
benar untuk dilakukan.[4]
Jadi pendekatan ini adalah melalui tindakan yang bermoral yang nanti akan
dilihat oleh masyarakat umum yang pada akhirnya membawa kebaikan yang lebih
besar lagi.
3.
Pendekartan
Hak Moral
Pendekatan Hak
Moral (moral-rights approach)
menekankan bahwa umat manusia memiliki hk dan kebebasan fundamental yang tidak
dapat diambil alih berdasarkan keputusan seseorang. Dengan demikian, keputusan
benar yang beretika adalah keputusan yang paling baik dalam mempertahankan hak
orang-orang yang dipengaruhi oleh keputusan tersebut.
Enam hak moral
harus dipertimbangkan selama proses pengambilan keputusan:
a.
Hak
untuk memberikan konsensasi (the right of
free consent). Seseorang mendapat suatu perlakuan hanya jika mereka tahu
dan dengan bebas memberikan kosensasi untuk mendapatkan perlakuan tersebut.
b.
Hak
untuk privaci (the right ti privacy). Seseorang dpaat memilih untuk melakukan
sesuatu ketika mereka sedang tidak bekerja dan memiliki control informasi
mengenai kehidupan pribadi mereka.
c.
Hak
kebebasan menganut kepercayaan (the right
of freedom of conscience). Seseorang dapat menolak untuk melakukan suatu
perintah yang melanggar norma-norma moral atau agama yang dianutnya.
d.
Hak
kebebasan berbicara (the right of free speech) seseorang dapat mengajukan
kritik yang jujur terhadap etika atau legalitas orang lain.
e.
Hak
memperoleh keadilan (the right to due process). Seseprang memiliki hak untuk memperoleh proses
dengar pendapat yang adil dan perlakuan yang seimbang.
f.
Hak
untuk hidup dan memperoeh keselamatan (the
right to life and safety). Seseorang memilik hak untuk hidup tanpa
menghadapi bahaya atau kekerasan yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa
mereka.
Untuk membuat
keputusan yang beretika, manajee perlu menghindari tindakan yang ikut
mencampuri hak-hak fundamental orang lain. Sebagai contoh, keputusan untuk
melakukan penyadapan (memata-matai) karyawan merupakan pelanggaran terhadap hak
privaci. Pelecehan seksual merupakan tindakan tidak etis karena melanggar hak
kebebasan memiliki kepercayaan. Hak kebebasan berbicara akan mendukung para
pembocor (whistle-blower) yang menarik perhatian atas tindakan illegal atau
kurang pantas di dalam suatu perusahaan.
4.
Pendekatan
Keadilan[5]
Pendekatan
keadilan (justice approach) beranggapan
bahwa keputusan mpral harus didasarkan pada standar kesetaraan, keseimbangan
dan keadilan. Terdapat tiga jenis keadilan yang harus diperhatikan oleh para
manajer yaitu:
a.
Keadilan
distribusi (distributive justice)
Mengharuskan
bahwa perlakuan yang berbeda terhadap seseorang tidak boleh berdasarkan
karakteristik yang bersifat arbitrer. Seseorang yang memiliki kemiripan terkait
dengan suatu keputusan harus diperlakukan setara. Dengan demikian, pria dan
wanita seharusnya tidak menerima gaji yang berbeda, jika mereka melakukan
pekerjaan yang sama persis. Namun demikian, orang-orang yang memilik perbedaan
dalam hal-hal yang substantive, seperti keterampilan kerja atau tanggung jawab
pekerjaan, dapat diperlakukan secara berbeda sebanding dengan perbedaan dalam
keterampilan atau tanggun jawab dengan orang lain. Perbedaan ini harus memiliki
hubungan yang jelas dengan tujuan dan tugas organisasi.
b.
Keadian
procedural (procedural justice)
Mengharuskan
aturan untuk dijalankan secara adil. Aturan harus dinyatakan dengan jelas dan diberlakukan
secara konsisten dan seimbang.
c.
Keadilan
Kompensasi (compensantory justice)
Menyatakan bahwa
seseorang harus memperoleh kompensasi atas biaya kerugian yang dialami dari
pihak yang bertanggung jawab. Selain itu, seseorang tidak boleh dianggap
bertanggung jawab atas hal-hal yang tidak dapat dikendalikan.
Pendekatan
keadilan ini paling mirip dengan pemikiran yang mendasari domain hukum, karena
mengasumsikan bahwa keadilan ditegakkan melalui aturan dan peraturan. Teori ini
memerlukan perhitungan yang rumit seperti yang dituntut dalam pendekatan
utilitarian atau membenarkan kepentingan diri sendiri seperti pendekatan
individualism. Namun demikian, pendekatan ini membenarkan perilaku yang etis
untuk tindakan melakukan koreksi atas kesalahan yang lalu, bertindak adil
berdasarkan aturan dan mengakui perbedaan yang relevan dengan pekerjaan sebagai
dasar untuk perbedaan tingkat pembayaraan atau kesempatan promosi. Kebanyakan
undang-undang yang mengatur manajemen sumber daya manusia didasarkan pada pendekatan
keadilan.[6]
B.
Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Pilihan Yang Etis
1.
Manajer
Manajer membawa
pengaruh berupa kepribadian dan perilaku terhadap pekerjaan. Kebutuhan pribadi,
pengaruh keluarga, dan latar belakang agama seluruhnya membentuk system nilai
seorang manajer. Karakteristik pribadi yang khusus, seperti kekuatan ego,
percaya diri, dan rasa kebebasan yang kuat memungkin manajer untuk membuat
keputusan yang etis.
Satu karakter
pribadi yang penting adalah tahap perkembangan moral. Pada tahap prakonvensional, individu memerhatikan penghargaan dan hukuma
dari eksternal dan mematuhi otoritas untuk menghindari konsekuensi pribadi yang
fatal. Dalam konteks organisasi, tahap ini dapat dihubungkan dengan para
manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan otoriter atau memaksa, dengan
karyawan yang berorientasi pada pencapaian tugas tertentu. Pada tahap kedua,
yang disebut sebagai tahap konvensi, orang
mulai belajar untuk memenuhi ekspektasi perilaku yang baik seperti yang
dimaksudkan oleh para kolega, keluarga, teman, dan masyarakat. Kolaborasi
kelompok kerja merupakan cara yang lebih disukai untuk pencapaian tujuan
organisasi dan manajer menggunakan gaya kepemimpinan yang mendorong hubungan
antarpribadi dan kerja sama. Pada tahap
pascakonvensional atau tahap
berprinsip, para individu dipandu oleh sekumpulan nilai dan standar
internal bahkan akan melanggar aturan atau hukum yang bertentangan dengan
prinsip ini.[7]
2.
Organisasi
Dalam
organisasi, pengaruh yang penting terhadap perilaku yang etis adalah adanya
norma dan nilai tim, departemen, dan organisasi secara keseluruhan. Riset
menunjukkan bahwa nilai-nilai ini sangat memengaruhi tindakan dan proses
pengambilan keputusan oleh karyawan. Secara khusus, budaya perusahaan
memungkinkan karyawan tahu kenyakinan dan perilaku seperti apa yang didukung
oleh perusahaan dan seperti apa yang tidak dapat ditoleransi oleh perusahaan.
Budaya dapat
diamati untuk melihat jenis-jenis signal etika yang diberikan kepada para
karyawan. Standar etika yang tinggi dapat ditegaskan dan dikomuikasikan melalu
penghargaan public atau upacara resmi..
Budaya bukanlah
satu-satunya aspek dari organisasi yang memengaruhi etika, namun merupakan
suatu kekuatan yang besar karena menentukan nilai-nilai perusahaan. Aspek
organisasi yang lain, seperti aturan dan kebijakan yang eksplisit, system
seleksi, penekanan pada standar hukum dan professional. Serta proses
kepemimpinan dan pengambilan keputusan, juga dapat memengaruhi nilai etika dan
proses pengambilan keputusan oleh manajer.[8]
C. Tanggung Jawab Sosial
Apa itu tanggung
jawab sosial?
Definisi formal
dari tanggung jawab sosial (social responsibility) adalah kewajiban manajemen
untuk membuat pilihan dan mengambil tindakan yang akan memberikan kontribusi
terhadap kesejahteraan dan kepentingan masyarakat serta organisasi itu sendiri.[9]
Meski terlihat mudah dalam definisinya, tanggung jawab sosial merupakan konsep
dasar yang sukar untuk dipahami karena setiap orang memiliki keyakinan yang
berbeda mengenai tindakan apa untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tanggung jawab sosial mencakup sejumlah
isu, kebanyakan di antaranya bersifat ambigu terkait dengan masalah benar atau
salah.[10]
A.
Corporate
Social Responsibility (Tanggung Jawab Perusahaan)
Wacana Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) yang kini menjadi isu
sentral yang semakin populer dan bahkan ditempatkan pada posisi yang terhormat.
Karena itu kian banyak pula kalangan dunia usaha dan pihak-pihak terkait mulai
merespon wacana ini, tidak sekedar mengikuti tren tanpa memahami esensi dan manfaatnya.
Penerapan program CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep tata
kelola perusahaan yang baik (Good Coporate Governance). Diperlukan tata kelola
perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) agar perilaku pelaku bisnis
mempunyai arahan yang bisa dirujuk dengan mengatur hubungan seluruh kepentingan
pemangku kepentingan (stakeholders) yang dapat dipenuhi secara proporsional,
mencegah kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi korporasi dan memastikan
kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.
Konsep ini mencakup berbagai kegiatan dan tujuannya adalah untuk mengembangkan masyarakat yang sifatnya produktif dan melibatkan masyarakat didalam dan diluar perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, meski perusahaan hanya memberikan kontribusi sosial yang kecil kepada masyarakat tetapi diharapkan mampu mengembangkan dan membangun masyarakat dari berbagai bidang.
Konsep ini mencakup berbagai kegiatan dan tujuannya adalah untuk mengembangkan masyarakat yang sifatnya produktif dan melibatkan masyarakat didalam dan diluar perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, meski perusahaan hanya memberikan kontribusi sosial yang kecil kepada masyarakat tetapi diharapkan mampu mengembangkan dan membangun masyarakat dari berbagai bidang.
Definisi CSR
menurut World Business Council on Sustainable Development adalah komitmen dari
bisnis/perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan
keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas. Definisi lain, CSR adalah
tanggung jawab perusahaan untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan
harapan stakeholders sehubungan dengan isu-isu etika, sosial dan lingkungan.[11]
CSR berhubungan
erat dengan "pembangunan berkelanjutan” di mana ada argumentasi bahwa
suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya
tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden
melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat
ini maupun untuk jangka panjang.[12]
CSR merupakan
tanggung jawab aktivitas sosial kemasyarakatan yang tidak berorientasi
profit. Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an
dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals with Forks: The
Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) karya John Elkington.
Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic
growth, environmental protection, dan social equity yang digagas the World
Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report
(1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P (profit, planet, dan
people).[13]
Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit),
tetapi memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan
kesejahteraan masyarakat (people). Sehingga John Elkington dalam bukunya ”Triple
Bottom Line” menegaskan bahwa dengan 3P tipe yaitu: Profit
yaitu mendukung laba perusahaan, People yaitu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, Planet meningkatkan kualitas lingkungan.
CSR
di Indonesia
Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan
sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah
lama melakukan CSA (corporate social activity) atau aktivitas sosial
perusahaan. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati
konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian”
perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Dengan dasar hukum sebagai berikut:
1. UU 40 tahun 2007 yang berisi peraturan mengenai diwajibkannya melakukan CSR.
Direksi yang bertanggung jawab bila ada permasalahan hukum yang menyangkut
perusahaan & CSR.
2. Penjelasan pasal 15 huruf b UU
Penanaman Modal menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial
perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman
modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat “.
3. Pasal 1 angka 3 UUPT, tangung
jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta
dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan
dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat
maupun masyarakat pada umumnya.[14]
Prinsip-prinsip dalam CSR
Prinsip
pertama, adalah kesinambungan atau
sustainability. Ini bukan berarti perusahaan akan terus-menerus memberikan
bantuan kepada masyarakat. Tetapi, program yang dirancang harus memiliki dampak
yang berkelanjutan. CSR berbeda dengan donasi bencana alam yang bersifat tidak
terduga dan tidak dapat di prediksi. Itu menjadi aktivitas kedermawanan dan
bagus.
Prinsip
kedua, CSR merupakan program jangka panjang.
Perusahaan mesti menyadari bahwa sebuah bisnis bisa tumbuh karena dukungan
atmosfer sosial dari lingkungan di sekitarnya. Karena itu, CSR yang dilakukan
adalah wujud pemeliharaan relasi yang baik dengan masyarakat. Ia bukanlah
aktivitas sesaat untuk mendongkrak popularitas atau mengejar profit.
Perinsip
ketiga, CSR akan berdampak positif kepada
masyarakat, baik secara ekonomi, lingkungan, maupun sosial. Perusahaan yang
melakukan CSR mesti peduli dan mempertimbangkan sampai kedampaknya.
Prinsip
keempat, dana yang diambil untuk CSR tidak
dimasukkan ke dalam cost structure perusahaan sebagaimana budjet untuk
marketing yang pada akhirnya akan ditransformasikan ke harga jual produk. “CSR
yang benar tidak membebani konsumen.[15]
Prinsip-prinsip
diatas harus dipegang dan diterapkan perusahaan kepada seluruh stakeholder
demi kemajuan dan kesuksesan perusahaan dalam memenuhi kewajiban perusahaan
yaitu memproduksi barang yang dibutuhkan masyarakat.
B.
Peran
tanggung jawab sosial
Terdapat dua
pandangan tentang kepada siapa organisasi bertanggung jawab sosial, yaitu
sebagai berikut:
1.
Model
pemegang saham (stakeholder) : pandangan tentang tanggung jawab sosial yang
menyebutkan bahwa sasaran organisasi yang utama adalah memaksimalkan keuntungan
bagi manfaat para pemegang saham
2.
Model
pihak yang berkepentingan (stakeholder): Teori tentang tanggung jawab sosial perusahaan yang mengatakan bahwa
tanggung jawab manajemen yang terpenting, kelangsungan hidup jangka panjang
(bukan hanya memaksimalkan laba), dicapai dengan memuaskan keinginan berbagai
pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan (bukan hanya pemegang saham).
Bertanggung jawab bagi berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) menimbulkan dua
pertanyaan pokok. Pertama, bagaimana perusahaan mengenali stakeholder
organisasi? kedua, bagaimana perusahaan mengimbangi kebutuhan dari stakeholder
yang berbeda? Untuk menemukan jawaban dari
pertanyaan tersebut, dapat melalui dengan membedakan stakeholder primer dan
sekunder.
a.
Stakeholder
primer
Stakeholder
Primer adalah kelompok-kelompok, seperti pemegang saham, karyawan, pelanggan,
pemasok, pemerintah, dan masyarakat sekitar, dimana organisasi bergantung untuk
kelanjutan hidup jangka panjang. Stakeholder Primer adalah kelompok-kelompok,
seperti pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, pemerintah, dan
masyarakat sekitar, dimana organisasi bergantung untuk kelanjutan hidup jangka
panjang.
b.
Stakeholder
sekunder
Stakeholder
Sekunder adalah media dan kelompok khusus yang berkepentingan, yang dapat
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan.
C.
Model
Tanggung Jawab Sosial
Menurut Saidi
dan Abidin, ada empat model pola tanggung jawab sosial di Indonesia:
1.
Keterlibatan
langsung.
Perusahaan menjalankan program
tanggung jawab sosial secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan
sosial atau menyerahkan sumbangan kepada masyarakat tanpa perantara.
2.
Melalui
yayasan atau organisasi sosial perusahaan.
Perusahaan mendirikan yayasan
sendiri di bawah perusahaan atau grupnya.
3.
Bermitra
dengan pihak lain.
Perusahaan menjalankan tanggung
jawab sosial dengan lembaga sosial atau organisasi non pemerintah, Instansi
pemerintah, Universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun
dalam melaksanakan kegiatana sosialnya,
4.
Mendukung
atau bergabung dalam suatu konsorsium.
Perusahaan turut mendirikan,
menjadi anggota, atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk
tujuan sosial tertentu.
D.
Bidang
tanggung jawab sosial
Bidang tanggung
jawab sosial suatu organisasi, meliputi:
· Tanggung jawab di bidang etika
Norma-norma
etika berlaku dimanapun dan kapan pun. Manajer harus berupaya memegang teguh norma-norma etika yang diakui secara
umum dalam dunia bisnis dengan memperhitungkan faktor
situasi, kondisi, waktu, dan tempat
· Tanggung jawab di bidang hukum
Aspek hukum
dan peraturan perundang-undangan yang dimaksud mencangkup berbagai hal, yaitu :
keabsahan organisasi (izin usaha, investasi, pemilikan, izin tinggal, tenaga
kerja, ekspor-impor).
· Tanggung jawab di bidang ekonomi
Inti tanggung jawab sosial organisasi di bidang ekonomi
terletak dari peran sertanya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat demi
negara.
E.
Contoh
Tanggung Jawab Sosial
Contoh
perusahaan yang menerapkan tanggung jawab sosial sebagai bentuk social
investment adalah PT. Pertamina. Bentuk-bentuk nyata dan contoh bahwa PT.
Pertamina telah menerapkan tanggung jawab sosial di antaranya:[16]
·
Kesehatan
Melakukan khitanan gratis setiap
tahun bagi masyarakat yang kurang mampu.
·
Pendidikan
Memberikan bantuan kaca mata gratis
kepada siswa sekolah dasar yang dilalui oleh pipa PT. Pertamina, merenovasi
bangunan fisik SMUN 2 Dumai.
·
Lingkungan
PT. Pertamina memberikan air bersih
gratis kepada masyarakat yang tinggal di sekitar komplek PT.pertamina dan
sekitar kilang PT. Pertamina dan pemberian drum sampa pada masyarakat kelurahan
Bukit Datuk.
·
Keagamaan
Memberikan bantuan 53 ekor sapi
pada saat hari raya Idul Adha 1431 H.
D.
Pihak-pihak Yang
Berkepentingan Terhadap Organisasi
Lingkungan
organisasi terdiri atas beberapa sektor, baik dalam lingkunan tugas maupun
umum. Dari perspektif tanggung jawab sosial, organisasi yang mendapatkan
pencerahan memandang lingkungan internal dan eksternal sebagai pihak-pihak yang
berkepentingan.
Pihak
yang berkepentingan (stakeholder) adalah setiap kelompok di dalam atau di luar
perusahaan yang memiliki kepentingan terhadap kinerja organisasi.[17]
Setiap pihak yang berkepentingan memiliki kriteria responsif yang berbeda di
dalam organisasi. Contohnya, Wal Mart menggunakan taktik penawaran harga yang
agresif dengan para pemasok sehingga mampu menyediakan harga yang rendah
terhadap para pelanggan. Beberapa pihak yang berkepentingan memandang hal itu
sebagai perilaku yang memiliki tanggung jawab sosial karena memberikan manfaat
kepada para pelanggan dan memaksa para pemasok untuk menjadi lebih efisien.
Namun, pihak yang lain berpendapat bahwa taktik yang agresif ini merupakan
penyalahgunaan kekuasaan dan membuat para pemasok tidak mampu membayar para
karyawannya dengan gaji yang pantas.[18]
Pihak-pihak
yang berkepentingan dalam suatu perusahaan antara lain investor, pemegang
saham, karyawan, pelanggan dan pemasok. Bila salah satu kelompok pihak-pihak
yang berkepentingan ini menjadi sangat tidak puas, maka kelangsungan hidup
organisasi akan terancam. Selain itu, pihak-pihak lain yang juga berkepentingan
adalah pemerintah dan masyarakat. Masyarakat meliputi pemerintah lokal,
lingkungan alam dan fisik, dan kualitas hidup yang tersedia bagi para penghuni
di sekitarnya. Kelompok dengan tujuan khusus yang juga berkepentingan antara
lain asosiasi dagang, komite tindakan politik, asosiasi profesional, dan
kelompok perlindungan konsumen.[19]
Organisasi
yang memiliki tanggung jawab sosial mempertimbangkan pengaruh tindakan mereka
bagi seluruh kelompok pihak-pihak yang berkepentingan dan dapat
menginvestasikan sejumlah besar pemberian filantropi yang memberi manfaat
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Saat ini, kelompok dengan kepentingan
khusus masih terus menjadi satu pihak yang berkepentingan terbesar yang harus
dihadapi oleh perusahaan.
E.
Mengevaluasi Kinerja Sosial
Perusahaan
Dalam menjalankan suatu perusahaan, terdapat evaluasi kinerja sosial perusahaan.
Evaluasi kinerja sosial perusahaan menunjukkan bahwa keseluruhan tanggung jawab
perusahaan dapat dibagi menjadi empat kriteria yaitu, ekonomi, hukum, etika,
dan tanggung jawab diskresi. Keempat kriteria ini akan bersama-sama membentuk
responsivitas sosial perusahaan.
1. Tanggung jawab
ekonomi
Institusi bisnis merupakan unit ekonomi dasar dari
suatu masyarakat, tanggung jawabnya adalah menghasilkan barang dan jasa yang
diinginkan masyarakat dan memaksimalkan keuntungan untuk pemilik dan pemegang saham.[20]
Tanggung jawab ini harus dipenuhi oleh perusahaan karena ini adalah cara
perusahaan tersebut agar tetap eksis dan bisa mengembangkan perusahaannya.
2. Tanggung Jawab
legal
Kalangan bisnis diharapkan untuk memenuhi tujuan
ekonomi mereka didalam kerangka hukum.[21]
Hukum ini ditentukan oleh pemerintah yang harus dipatuhi oleh perusahaan ketika
menjalankan suatu perusahaan. Organisasi yang melakukan kegiatan produksi
secara ilegal atau cacat, pada akhirnya akan membayar akibat dari mengabaikan
langgung jawab legal mereka.
3. Tanggung Jawab
Etika
Tanggung jawab etika mencakup perilaku bertindak dalam
suatu organisasi dengan adil, setara, seimbang, terkait dengan hak-hak individu
dan memberi perlakuan yang berbeda kepada mereka.[22]
Perilaku etis ini harus dimiliki oleh para pegawai dan ditanamkan kepada
individu masing-masing, agar terhindar dari perilaku yang tidak etis.
4. Tanggung Jawab
Diskresi
Bersifat sukarela dan dipandu oleh keinginan
perusahaan untuk melakukan kontribusi sosial yang tidak diwajibkan oleh
ekonomi, hukum, dan etika. Kegiatan diskresi meliputi kontribusi filantropi
dalam jumlah yang besar yang tidak megharapkan pembayaran kembali pada
perusahaan.[23]
Seperti sebuah perusahaan memberikan makan kepada orang-orang pinggir jalan,
memberi santunan dalan jumlah yang besar, dan lain sebagainya. Tanggung jawab
ini adalah tangung jawab sosial yang tertinggi, karena iniangung jawab ini
memberikan kontribusi kesejahteraan bagi masyarakat.
F.
Mengelolah Etika dan
Tanggung Jawab Perusahaan
Manajemen bertanggung jawab untuk menciptakan dan
mempertahankan kondisi dimana orang mampu berperilaku seperti keinginan
sendiri. Manajemen harus mengambil langkah aktif untuk memastikan bahwa
perusahaan masih berada dalam garis batas etika, praktik bisnis yang beretika
bergantung pada individu manajer dan nilai, kebijakan, dan praktik organisasi.[24]
Dalam organisasi yang beretika harus terdapat tiga pilar, yaitu individu yang
beretika, kepemimpinan beretika, struktur dan sistem organisasi
1. Individu yang
beretika
Etika sebagai keyakinan pribadi seseorang mengenai
apakah suatu perilaku, tindakan, atau keputusan adalah salah atau benar, Perilaku
yang etis tergantung pada orangnya, perilaku ini biasanya merujuk pada perilaku
yang sesuai dengan norma sosial yang
diterima secara umum. Oleh karena itu, perilaku yang tidak etis adalah
perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial yang diterima secara umum.[25] Inti
etika adalah perilaku atau tindakan, tinggal bagaimana pandangan dari
masyarakat, apakah perilaku kita baik atau buruk, jika masyarakat menilai baik.
Maka otomatis perilaku atau tindakan kita diterima oleh masyarakat. Sebaliknya,
jika masyarakat menilai perilaku kita buruk. Maka perilaku kita tidak diterima
oleh masyarakat.
2. Kepemimpinan
Beretika
Cara yang
paling utama bagi para pemimpin dalam menetapkan arah atika organisasi adalah
melalui tindakan mereka sendiri, selain itu para pemimpin membuat omitmen
terhadap nilai etikadan membantu yang lain diseluruh organisasi yang
mencerminkan nilai-nilai tersebut.[26] Jika
pemimpin dalam suatu perusahaan itu sudah mempunyai etika atau nilai-nilai yang
baik, maka seluruh bawahan akan mengikutinya, sehingga perusahaan tersebut bisa
berjalan sesuai harapan.
3. Struktur dan
Sistem Organisasi
Pilar
ketiga dari organisasi yang beretika adalah sejumlah alat yang digunakan oleh
manajer untuk membentuk dan mempromosikan perilaku yang beretika diseluruh
organisasi yaitu:
a)
Kode etik, merupakan pernyataan formal mengenai nilai
perusahaan yang berkaitan dengan isu etika dan sosial.
b)
Struktur etik, merupakan berbagai sistem, posisi, dan
program yang dilakukan sebuah perusahaan untuk melaksanakan perilaku yang
beretika.
c)
Pembocoran kabar, pengungkapan oleh karyawan atas
praktik yang ilegal, tidak bermoral, dan tidak sah dilakukan. Sedikit bayak
bergantung pada individu yang bersedia membocorkan kabar jika mereka mengetahui
ada praktek-praktek yang tidak sah, perusahaan harus memandang pembocoran kabar
ini bermanfaat bagi perusahaan dan melakukan upaya yang didedikasikan untuk
melindungi para pembocor kabar.[27]
BAB III
KESIMPULAN
Etika
bisnis suatu kode etik perilalku pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan
norma yang dijadikan tuntunan dan pedoman berprilaku dalam menjalankan kegiatan
perusahaaan atau berusaha Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis
adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek
yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Adapun
manfaat perusahaan berperilakuy etis adalah:
1)
Perusahaan
yang etis dan memiliki tanggung jawab social mendapatkan rasa hormat dari
steakholder.
2)
Kerangka
kerja yang kokoh memandu manager dan karyawan perusahaan sewaktu berhadapan
dengan rumitnya pekerjaan dan tantangan jaringan kerja yang semakin komplek.
3)
Suatau
perusahaan akan terhindar dari seluruh pengaruh yang merusak berkaitan dengan
reputasi.
4)
Banyak
perusahaan yang menerapkan perilaku etis dan tanggung jawab social dapat menambah
uang dalam bisnis mereka, Selain etika, yang tidak kalah penting adalah
tanggung jawab perusahaan, yaitu kepada lingkungan, karyawan, pelanggan,
investor dan masyarakat sekitarnya.
DAFTAR ISI
L.
Daft Richard. Manajemen. Jakarta:
Salemba Empat. 2008.
Tisnawati
Ernie dan Kurniawan Saefullah, Pengantar
manajemen edisi 1, Jakarta: Kencana. 2009,
W.
Griffin Ricky. Manajemen. Jakarta:
Erlangga. 2004.
http://www.pakbendot.com/2012/07/makalah-tentang-peran-corporate-social.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan
http://purwoko-hadi.mhs.narotama.ac.id/tugas-makalah-csr/
http://auliayoel.blogspot.com/2011/12/etika-manajerial-dan-tanggung-jawab.html
[1] Richard L. Daft, Manajemen, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), hlm 201
[2] Ernie Tisnawati dan
Kurniawan Saefullah, Pengantar manajemen
edisi 1, (Jakarta: Kencana, 2009) hlm.83
[3] Richard L. Daft, management.., hlm.205
[4] Ibid, …hlm. 205-206
[5] Ibid,…..hlm.206
[6] Ibid, …..hlm.207-208
[7]Ibid,….hlm.208-2010
[8]Ibid. 211-213
[9]Ibid. 213
[10] ibid
[11]
http://www.pakbendot.com/2012/07/makalah-tentang-peran-corporate-social.html
[12]
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan
[13] http://purwoko-hadi.mhs.narotama.ac.id/tugas-makalah-csr/
[14] Ibid
[15] Ibid
[17] Richard L. Daft, Manajemen.
hlm. 214
[18] Ibid hlm. 215
[19] Ibid hlm. 215
[20] Richard L. Daft, Manajemen,.. hlm 221
[21] Ibid
[22] Ibid, hlm 222
[23] Ibid
[24] Ibid, hlm 224-225
[25] Ricky W. Griffin, Manajemen, (Jakarta: Erlangga, 2004),
hlm. 100
[26] Richard L. Daft, Manajemen,.. hlm 226
[27] Ibid. Hal 227-230
No comments:
Post a Comment